2011年4月22日星期五

KEHUTANAN Kelestarian Investasi | Indonesian Companies News


Kompas 23 April 2011

KEHUTANAN
Kelestarian Investasi
Kawasan hutan seluas 133 juta hektar dengan 60 juta hektar di antaranya berstatus hutan produksi adalah satu dari sekian banyak kekayaan Indonesia. Posisi Indonesia di garis khatulistiwa sebenarnya mampu menjawab perdebatan fungsi ekologi dan ekonomi kawasan hutan. Kedua fungsi tersebut sudah semestinya menjadi bagian integral kawasan hutan.

Penebangan hutan alam untuk kepentingan industri kayu kini tak lagi menjadi momok menakutkan bagi pelestarian alam. Pengelolaan hutan dengan prinsip manajemen lestari sudah menunjukkan hasil bahwa hutan alam bisa berproduksi lebih cepat dan tinggi dengan intervensi manusia.

Alhasil, intensifikasi menjadi kata kunci pemanfaatan hutan alam. Artinya, kita tidak perlu memperluas lahan pengusahaan hutan demi meningkatkan produksi kayu alam, tetapi cukup meningkatkan penanaman pohon endemik lokal bernilai ekonomi tinggi di konsesi yang ada.

Produsen kayu terintegrasi di Kabupaten Katingan dan Seruyan, Kalimantan Tengah, PT Sari Bumi Kusuma (PT SBK), telah membuktikannya. Saat Kementerian Kehutanan membuat proyek tanam tebang jalur seluas 1.000 hektar tahun 1987, SBK turut serta dan menikmati ilmu yang didapat karena proyek mampu menghasilkan kayu tebangan berukuran 60 sentimeter ke atas.

Manajemen PT SBK kemudian memutuskan menerapkan teknik tersebut sejak tahun 1999. Kini, mereka memiliki areal tebang pilih tanam jalur (TPTJ) seluas 49.701 hektar berisi sedikitnya enam juta pohon dengan taksiran produksi kayu 251.179,4 meter kubik.

PT SBK membangun kebun bibit dengan pola silvikultur intensif untuk memproduksi tanaman asli Kalimantan bernilai jual tinggi, seperti, meranti, kayu besi (ulin), damar, jelutung, dan merbau. Mereka kemudian menanam bibit tersebut di sela-sela pohon yang tumbuh alami dengan berbaris ke dalam hutan atau sistem jalur.

Pola TPTJ yang intensif mampu memacu pertumbuhan pohon asli setempat sedikitnya tiga kali dari alamiah. Pohon meranti yang ditanam dengan sistem jalur bisa tumbuh 2,5-4 sentimeter per tahun di hutan alam. Bandingkan dengan pohon serupa yang tumbuh alami dari biji yang hanya mampu berkembang 1 sentimeter per tahun.

Daur panen pun menjadi lebih cepat karena tidak sampai 25 tahun pohon meranti sudah berdiameter 40 sentimeter. Pohon yang tumbuh alami membutuhkan 80 tahun untuk mencapai diameter 40 sentimeter.

Investasi mengembangkan kebun bibit silvikultur intensif dan menanam pohon dengan pola TPTJ tidaklah mahal. Berkaca dari pengalaman PT SBK, mereka hanya membutuhkan Rp 8 juta per hektar dengan prospek imbal hasil puluhan miliaran rupiah saat panen sekitar 25 tahun lagi.

Dengan perkembangan teknologi dan pengetahuan, jumlah pohon yang dapat dikembangkan intensif tentu bisa bertambah. Saat ini saja sudah didapat 200 pohon per hektar dengan pola TPTJ dan tentu bisa bertambah pada masa mendatang.

Apabila pengusaha hak pengusahaan hutan (HPH) serius mengembangkan TPTJ di konsesi mereka, tentu produksi kayu alam bisa kembali ke posisi 20 juta meter kubik per tahun dari saat ini 9 juta meter kubik per tahun. Pemerintah sudah memutuskan mau menghentikan izin baru konsesi HPH sehingga bola kini sudah bergulir ke pengusaha. (Hamzirwan)

On the PopPressed Radar Print Magazine's New Visual Artists Saint Petersburg Unveils Primorskiy Zoological Park with Geodesic Domes What One Does In Paris if One is a Carter or Knowles

没有评论:

发表评论